beramal soleh untuk dunia

Bab Beramal sholeh untuk dunia

cukup panjang, dibaca pelan sambil ngopi

Bagaimana jika seseorang beramal sholeh dengan tujuan dunia?
Pendapat pertama: tidak mendapatkan pahala di akhirat.
Dalil 1: Ibnu Abbas berkata tentang orang seperti itu:
مَنْ عَمِلَ صَالَحَا الْتِمَاسَ الدُّنْيَا، صَوْمًا أَوْ صَلَاةً أَوْ تهجدا بالليل، لا يَعْمَلُهُ إِلَّا الْتِمَاسَ الدُّنْيَا، يَقُولُ اللَّهُ: أُوَفِّيهِ الَّذِي الْتَمَسَ فِي الدُّنْيَا مِنَ الْمَثَابَةِ، وَحَبِطَ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ الْتِمَاسَ الدُّنْيَا، وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
“Siapa yang beramal shalih untuk mencari dunia, berupa puasa, shalat, tahajjud di malam hari, ia tidak melakukannya kecuali untuk mencari dunia, maka Allah berfirman:
Aku akan menyempurnakan balasan apa yang ia cari di dunia dan hanguslah amal yang ia kerjakan untuk dunia itu dan di akhirat ia akan menjadi salah satu orang yang merugi”.
(Tafsir Ibnu Katsir)

Dalil 2: Ada riwayat seorang lelaki berjihad dengan niat mendapatkan pahala sekaligus ingin dapat ganimah. Artiya amal salehnya ada unsur target duniawi. Yang seperti ini Rasulullah ﷺ menegaskan dia tidak dapat pahala sama sekali. Artinya amalnya sudah tidak ikhlas, tapi sudah tercampur. Abū Dāwūd meriwayatkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌لَا ‌أَجْرَ لَهُ». فَأَعْظَمَ ذَلِكَ النَّاسُ، وَقَالُوا لِلرَّجُلِ: عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَعَلَّكَ لَمْ تُفَهِّمْهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا، فَقَالَ: «‌لَا ‌أَجْرَ لَهُ». فَقَالُوا: لِلرَّجُلِ عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ: الثَّالِثَةَ. فَقَالَ لَهُ: «‌لَا ‌أَجْرَ لَهُ». «سنن أبي داود» (3/ 14 ت محيي الدين عبد الحميد)
Artinya,
“Dari Abu Hurairah bahwa Seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, seseorang ingin berjihad di jalan Allah, dan ia mengharapkan harta-harta dunia.” Lalu Rasulullah ﷺ berkata: “Ia tidak mendapatkan pahala.” Maka hal tersebut terasa berat bagi orang-orang, dan mereka berkata kepada orang tersebut: “Kembalilah kepada Rasulullah ﷺ kemungkinan engkau belum memahamkan beliau.” Lalu orang tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, seseorang ingin berjihad di jalan Allah, dan ia mengharapkan harta-harta dunia.” Lalu Rasulullah ﷺ berkata: “Ia tidak mendapatkan pahala.” Dan mereka berkata kepada orang tersebut: “Kembalilah kepada Rasulullah ﷺ !” Kemudian orang tersebut berkata kepada beliau untuk ketiga kalinya, lalu beliau berkata kepadanya: “Ia tidak mendapatkan pahala.” (H.R. Abū Dāwūd)
Dalil 3: Allah berfirman :
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ
Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (QS Al-Baqoroh : 200)
Dalil 4: Ibnu Hibban meriwayatkan,
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالنَّصْرِ وَالسَّنَاءِ وَالتَّمْكِينِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ». صحيح ابن حبان – مخرجا (2/ 132)
Artinya,
“Dari Ubay bin Ka’ab, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Berikanlah umat in kabar gembira dengan adanya kemenangan, keluhuran dan kedudukan. Maka barangsiapa yang melakukan amalan akhirat untuk memperoleh dunia, maka ia di akhirat nanti tidak akan mendapat balasan apapun dari amalannya itu” (H.R. Ibnu Hibban)

Pendapat kedua: jika motivasi akhiratnya lebih besar dari motivasi dunia, maka jumhur ulama berpendapat mudah-mudahan motif dunianya dimaafkan sehingga masih ada harapan mendapatkan pahala amalnya.

contoh: salat hajat untuk mendapatkan hajat, salat istikharah, salat minta hujan, orang bertakwa akan diberi jalan keluar, orang bersedekah maka hartanya tidak akan berkurang, saat haji tidak dilarang sambil berdagang, doa rabbanā ātinā fiddunyā ḥasanah wafil ākhirati ḥasanah, janji diberi hujan lebat dan harta banyak jika mau istighfar, dan sejumlah dalil lain.
Al-Gazzālī berkata,
«وإن كان قصد التقرب أغلب بالإضافة إلى الباعث الآخر فله ثواب بقدر ما فضل من قوة الباعث الديني». «إحياء علوم الدين» (4/ 384)
Artinya,
“Jika niat mendekat kepada Allah itu dominan dibandingkan dengan motivasi yang lain (yakni motif duniawi), maka dia mendapatkan pahala sesuai dengan kadar kekuatan motivasi din” (Iḥyā’ Ulūmiddīn, juz 4 hlm 384)
Nabi ﷺ bersabda ;
مَا مِنْ غاَزِيَةٍ تَغْزُو فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيُصِيْبُوْنَ الْغَنِيْمَةَ إِلاَّ تَعَجَّلُوا ثُلُثَيِ أَجْرِهِمْ مِنَ الآخِرَةِ وَيَبْقَى لَهُمُ الثُّلُثُ وَإِنْ لَمْ يُصِيْبُوا غَنِيْمَةً تَمَّ لَهُمْ أَجْرُهُمْ
“Tidaklah ada pasukan yang berjihad di jalan Allah lalu memperoleh harta gonimah kecuali mereka telah menyegerakan dua pertiga pahala akhirat mereka, dan tersisa bagi mereka sepertiga pahala akhirat mereka. Jika mereka tidak memperoleh gonimah maka sempurnalah pahala mereka” (HR Muslim no 1905)

ayat ayat tentang rezeki

Berikut ayat ayat Al Quran yang berkaitan tentang rezeki, hal ini sangat perlu kita pahami agar kita yakin bahwa Allah Ar Razzaq Yang Maha Memberi Rezeki

Surat Hud ayat 6:


۞ وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).

Surat Adz Dzariyat ayat 58:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Artinya: “Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”

Surat Ar-Ra’d Ayat 26:


ٱللَّهُ يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ ۚ وَفَرِحُوا۟ بِٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا فِى ٱلْءَاخِرَةِ إِلَّا مَتَٰعٌ

Artinya: Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).

Dari ayat ayat diatas semoga semakin menguatkan keyakinan kita bahwa Allah Yang Maha Memberi Rezeki

Amalan yang dapat menambah umur

Yang dapat menambah umur:

  1. Silaturrahmi
    Anas bin Malik mengabarkan kepadaku, bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah tali silaturahmi.” (Muttafaq ‘alaih)
  2. Kebaikan
    Dari Salman (al-Farisi), ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali kebaikan.” (HR. Al-Tirmidzi)
  3. Sedekah
    Diriwayatkan dari sahabat Amr bin Auf, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sedekah seorang muslim dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang su’ul khotimah, Allah akan menghilangkan sifat sombong, kefakiran, dan sifat berbangga diri darinya.” (HR. Thabrani)

apakah umur dapat bertambah?

Dalam menyikapi hal ini, para ulama terbagi menjadi 2 pendapat.

Pertama: umur benar-benar dapat bertambah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, para ulama ahli tahqiq (muhaqqiqin) lebih memilih pendapat ini, di antaranya Ibnu Hazm, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Syaukani, dan selainnya. Namun mereka berbeda dalam memberikan keterangan dan mengompromikannya:

  1. Bahwa penambahan umur sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis adalah berdasarkan catatan malaikat pencatat amal. Adapun yang disebutkan dalam ayat Alquran (yaitu tidak adanya penambahan umur) adalah berdasarkan ilmu Allah. Maka, makna hadis tersebut adalah: bahwa penundaan umur merupakan umur yang tercatat di dalam catatan malaikat, adapun umur yang berdasarkan ilmu Allah maka tidak dapat dimajukan atau ditunda. Ini merupakan pendapat Ibnu hajar, al-Baihaqi, Ibnu Hajar, al-Safarini, dan ‘Abdurrahman al-Sa’di.
  2. Pendapat kedua, bahwa makna hadis: Allah menjadikan silaturahmi sebagai sebab untuk panjangnya umur, sebagaimana seluruh amal (perbuatan) yang Allah perintahkan secara syariat, dan Allah telah mengatur balasan perbuatan-perbuatan tersebut dengan ketentuan tertentu. Maka barangsiapa mengetahui jika ia melakukan silaturahmi maka ajalnya menjadi (bertambah) sampai sekian, dan jika ia memutuskan silaturahmi ajalnya habis sampai sekian. Semuanya telah selesai ditulis/ditetapkan pada azali, dan pena (penulis takdir) telah kering.

Ini merupakan pendapat al-Thahawi, Qadhi ‘Iyadh, Ibnu Hazm, al-Zamakhsyari, al-Syaukani, al-Alusi dan Ibnu ‘Utsaimin.

Kedua: umur tidak dapat bertambah.

Sebagian ulama memahami bahwa hadis tersebut dipahami secara majazi, bukan hakiki. Namun mereka berbeda pendapat dalam memahami kata “bertambah” ke dalam beberapa pendapat:

  1. “Bertambah” merupakan kiasan dari berkahnya umur, disebabkan karena taufik (petunjuk) yang didapatkan oleh pelakunya kepada ketaatan, menjaga waktunya dengan perkara-perkara yang bermanfaat dan menghindarkan diri dari membuang-buang umur, sehingga ia mendapatkan (keberkahan) pada umurnya yang pendek, yang hal itu tidak didapatkan oleh orang yang umurnya panjang. Ini merupakan pendapat: Abu Hatim al-Sijistani, Ibn Hibbaan, al-Nawawi dan al-Thiibii.
  1. “Bertambah” merupakan kiasan dari abadinya pujian, namanya disebut-sebut dengan baik (kebaikannya senantiasa diingat), dan pahala yang berlipat ganda setelah wafatnya, sampai seolah-olah dia belum wafat. Ini pendapat Abu al-‘Abbas al-Qurthubi.
  2. “Bertambah umurnya”, dapat dimaknai sebagai bertambahnya pemahamannya, akalnya, dan pandangannya.
  3. “Bertambah” yang dimaksud adalah luas rezekinya dan sehat badannya.
  4. Maksud dari “bertambah” adalah ia memiliki keturunan yang saleh yang senantiasa mendoakannya. (sumber)

Pandangan pribadi kami:

ajal yang dapat di mundurkan adalah ajal mu’allaq atau ajal ghoiru musamma, sedangkan ajal musamma tentu tidak dapat di undur sebagaimana Allah berfirman:

surah Ali Imran ayat 145 :
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.”

surah Al-A’raf ayat 34, dinyatakan: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

kedua ayat diatas menunjukkan ajal musamma tidak dapat di undur waktunya dan itu ada dalam ilmu Allah

adapun ajal ghairu musamma, Allah berfirman:

“Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menentukan ajal (masa hidup tertentu) dan ada lagi ajal yang pasti (ajal musamma) di sisi-Nya” (Qs. Al-Anam: 2).

sebagaimana yang dilakukan Sayidina Umar bin Khattab, ketika beliau diberitahukan bahwa di suatu daerah terkena wabah penyakit, maka dia memilih untuk tidak memasuki daerah itu. Seseorang berkata kepadanya, “bukankah hal itu sudah ditakdirkan Tuhan dan kita menghindarinya?” Maka Sayidina Umar menjawab, “Saya menghindar dari takdir Tuhan untuk memasuki takdir Tuhan yang lainnya.”. Jawaban Sayidina Umar ini menunjukkan pemahaman beliau atas prinsip sebab-akibat dalam takdir ilahi, termasuk takdir kematian.

Sederhananya, ajal (kematian) memiliki potensi untuk mengalami penundaan karena adanya halangan yakni belum terpenuhi syarat atau sebabnya. Alquran menegaskan, “Allah menghapuskan dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitb” (Q.S. al-Rad : 39).

Tapi perlu di perhatikan juga, untuk apa kita menambah umur? untuk foya foya? menambah kecintaan dunia? jika hanya itu maka tidak bermanfaat umur kita. umur yang bermanfaat adalah umur yang digunakan untuk ibadah kepada Allah, menambah nilai kemanfaatan untuk makhluk Allah.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ  مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ  قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ  مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ 

Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasûlullâh, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab, “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. [HR. Ahmad; Tirmidzi; dan al-Hâkim]

hadist dari Ibnu Majah nomor 3915, Diriwayatkan mengenai tafsir mimpi dari seorang sahabat nabi  dari Quraisy yang bernama Thalhah bin Abdullah bin Usman bin Kaab bin Said atau yang dikenal dengan Thalhah bin Ubaidillah.

Thalhah menceritakan mengenai kisah dua pemuda yang pernah bertemu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menyatakan keislamannya, hingga akhirnya mereka wafat.

Thalhah bin Ubaidillah berkisah..

Ada dua orang dari daerah Baliy datang ke Rasulullah..

Keduanya pun masuk Islam..

Namun yang pertama lebih bersungguh-sungguh dari yang kedua..

Suatu ketika yang pertama ikut perang dan mati syahid..

Sedangkan yang kedua hidup setelahnya setahun lalu meninggal..

Thalhah berkata..

Lalu aku bermimpi seakan aku berada di sisi pintu surga..

Kedua orang itu ada di sana..

Keluarlah seseorang dari surga..

Ia menyuruh yang kedua untuk masuk surga..

Setelah itu yang pertama baru diizinkan masuk surga..

Lalu dikatakan kepadaku: “Pulanglah, belum waktunya untukmu..

Di pagi harinya Thalhah menceritakan mimpinya ke orang-orang..

Mereka merasa heran..

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda..

Mengapa kalian heran?”

Mereka berkata: “Wahai Rasulullah..

Yang pertama lebih bersungguh-sungguh dan mati syahid..

Sedangkan yang kedua ternyata masuk surga dahulu ?”

Beliau bersabda: “Bukankah ia hidup setelahnya setahun?”

Bukankah ia mendapati Ramadhan dan sholat sekian banyak dalam setahun? Dalam riwayat ahmad: 1800 kali sholat..

Mereka berkata: “Benar.”

Beliau bersabda: “Derajat keduanya sejauh langit dan bumi..

maka inilah seharusnya niat seorang mukmin yang ingin panjang umurnya, agar digunakan untuk ibadah, ber amal sholih dan memberikan manfaat kepada sesama

Tadabbur Az Zukhruf 32

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)

——–

Hikmah ayat:
1. Allah yang menentukan kadar penghidupan hamba di dunia

2. Allah melebihkan satu dengan yg lainnya, ada yg kaya ada yg miskin, ada yg kuat ada yg lemah, ada yg pandai ada yg bodoh, dll.

3. Sehingga bisa saling memanfaatkan yg lainnya, bisa saling membantu dg yg lainnya.

4. Rahmat Allah yaitu wahyu, jalan hidayah, mengikuti petunjuk Al Quran lebih baik dari kemewahan dunia yg fana.

AL KAHFI

Dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.”

(HR. Hakim, 2/399. Baihaqi, 3/29).

————————————–

Himah hadits:

Ada dua makna cahaya di antara dua Jumat

1. Cahaya Maknawi yaitu cahaya hidayah yang akan membimbing seorang mudah berbuat baik dan terlindungi dari perbuatan maksiat. Imam An Nawawi mengatakan “dia akan terhalang dari maksiat dan terhenti dari melakukan kejelekan dan mungkar lalu diberikan petunjuk kepada kebenaran”.

2. Cahaya hakiki, yaitu cahaya di akhirat, cahaya yang akan terpancar terang dari tubuhnya di hari kiamat kelak. Sesuai dengan hadis dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Nabi ﷺ bersabda,

من قرأ سورة الكهف في يوم الجمعة سطع له نور من تحت قدمه إلى عنان السماء يضيء له يوم القيامة، وغفر له ما بين الجمعتين

“Siapa membaca surat Al-Kahfi di hari Jum’at, maka ia akan diterangi dari bawah kakinya sampai ke atas langit, Ia akan disinari cahaya di hari kiamat dan akan diampuni diantara dua Jum’at.”

(At-Targhib wat Tarhib, 1/29 )