Gelar

Siapa yang tidak suka gelar? Sukakah engkau di panggil ustaz? Syeikh? Alim? Guru? Bos? Mas? Pak?

Ada orang yang apabila tidak dipanggil dengan gelarnya akan cemberut bersungut?

Ada orang yang mencari ilmu untuk mendapat gelar di depan atau belakang namanya?

Rasulullah shollallahu alaihi wasalam bersabda:
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ (صحيح مسلم (10/ 9)

“…Dan (di antara orang-orang yang pertama kali diadili di akhirat adalah) seseorang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membacakan Al-Qur’an. Lalu dia dipanggil, kemudian Allah mengingatkannya kembali nikmat-nikmat tersebut sampai dia mengakuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang kau amalkan dengan nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Saya belajar ilmu, mengajarkannya dan saya membacakan Al-Qur’an agar Engkau ridha. Maka Allah berfirman, ‘Dusta engkau. Yang benar, engkau belajar ilmu agar disebut alim. Engkau membacakan Al-Qur’an biar tersebut disebut Qori’ dan masyarakat sudah memanggilmu demikian”. Kemudian Allah memerintahkan agar dia ditangani, lalu dia diseret di atas wajahnya hingga dia dilemparkan ke dalam neraka..” (H.R. Muslim)

Simak hadis di atas, gelar di akhirat tidaklah bermakna. Jika engkau seorang Qori, untuk apa engkau membaca alquran? Apa motivasinya? Apakah hanya untuk disebut sebagai seorang Qori dengan suara merdu?

Engkau belajar ilmu, apakah agar engkau di panggil sebagai pak kyai? Ustaz? Tuan Guru?

Sungguh, tidak penting gelar di dunia ini, yang lebih penting adalah niat dalam hati dan untuk apa karunia Allah yang telah dititipkannya padamu. Jika engkau sudah belajar ilmu, tidak perlu mencari pengakuan sebagai ustaz, cukup amalkan ilmu dengan ikhlas, berdakwah tanpa meminta imbalan, mengajak orang kepada Allah bukan untuk mengikuti dirinya.

Jabatan

Siapa yang tidak suka dengan jabatan? Seseorang yang menjabat suatu jabatan yang tinggi, akan di elu-elukan, akan di hormati, di kagumi. Sehingga banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan jabatan. Ada yang melalui partai, melalui organisasi masyarakat, melalui panitia atau sarana-sarana yang lain, asal tujuan untuk mendapatkan jabatan tercapai.

Untuk apa engkau mendapatkan jabatan? Periksalah hatimu, dibalik jabatan ada tanggung jawab besar. Sanggupkah engkau memikul tanggung jawab tersebut? Bagaimana jika engkau tidak berbuat adil? Siapkah engkau di adili di hari kiamat?

Jabatan identik dengan kekuasaan, jabatan identik dengan kekuatan, untuk apa engkau mendapatkan itu semua? Demi kepuasan dirimu? Memenuhi ambisi hawa nafsumu? Ingat! Janganlah engkau berlaku zalim, karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat.

Pada saat manusia telah selesai melewati hisab di padang mahsyar, mereka akan di giring untuk melewati ‘shirat’. Apa yang kamu bayangkan di sana? Jembatan tersebut gelap, yang menjadi cahaya penerang adalah amal saleh kita, salat menjadi cahaya, sedekah menjadi cahaya, baca alquran juga menjadi cahaya, itu yang akan menolong kita melewat ‘shirat’. Lalu bagaimana jika kita banyak berbuat zalim? Sedangkan zalim adalah kegelapan..!?

Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7146 dan Muslim no. 1652).

Jangan meminta jabatan, tapi jika engkau di minta menjabat sesuatu, maka jadikanlah jabatan itu sarana menuju Allah.

Niatkan jabatan untuk berdakwah, mengajak manusia ingat Allah, menjadi teladan dalam berbuat kebaikan, bersungguh-sungguh berbuat adil, agar engkau mendapatkan naungan di padang mahsyar. Mintalah pertolongan dan kekuatan Allah dalam menjabat, agar membawa kebaikan dan kema’rufan dalam tatanan organisasi yang engkau jabat.

Cukup Allah sebaik-baik Pemberi

Quran Surat Asy-Syu’ara Ayat 180


وَمَآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِىَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Arti: Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.

Ayat ini sungguh sangat indah, mengingatkan kita bahwa cukuplah Allah sebaik-baik Pemberi. Allah memiliki nama asmaul husna yaitu As-Syakur yang artinya Yang Maha Bersyukur. Coba bayangkan siapa orang yang bisa, apabila memberikan uang 100rb kemudian dikembalikan 1jt?

Hanya Allah Yang Mampu, setiap kebaikan di beri ganjaran 10x lipat bahkan sampe 700x lipat atau sekehendakNya.

Maka jangan ragukan pemberian Allah, jangan mengharap kepada makhluk! jika engkau bekerja, bekerjalan karena Allah, seberapapun pendapatanmu, Allah akan memberi rizki sesuai takdir-Nya, karena gaji hanyalah salah satu bagian dari rizki. Boleh jadi dengan ketekunanmu Allah ganti keberkahan waktu, ketenangan, kesehatan dan bahagia keluarga.

Oleh karena itu, camkan dalam hati…bahwa cukuplah Allah sebaik-baik Yang Maha Memberi, bersihkan hati dari harapan kepada makhluk, gantungkan seutuhnya kepada Allahu As-Shomad.

Bekerja untuk apa?

Allah Ta’ala Berfirman :

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“… Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah) dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (Saba’ [34]: 13)

Mari kita pahami dan tadabburi ayat diatas, untuk apa kita bekerja?

Banyak dari kita yang bekerja tujuannya hanya untuk mendapatkan uang, hal ini tidaklah salah… tapi Al-Quran mengajarkan kita bekerja adalah untuk bersyukur.

Kenapa bersyukur? karena tubuh, jiwa, akal pikiran yang kita punya adalah pemberian dari Allah. Salah satu bentuk syukur ialah menggunakan pemberianNya untuk beramal sholeh.

Coba bayangkan, jika kita sedang bekerja..kita mentafakkuri “ohya saya mendapat tubuh ini dari Allah, mari gunakan sebaik-baiknya untuk berbuat baik”, maka bekerjanya pun akan baik, seberapapun pendapatan dia.. dia akan berusaha untuk bertanggung jawab atas pekerjaannya, dan tidak mengeluh “lah pendapatan saya hanya segini..ngapain capek-capek” atau “ayolah cari celah agar mendapat keuntungan dari pembelian barang ini” dan perilaku-perilaku tidak profesional lainnya.

Pada saat kita bekerja untuk bersyukur, maka kita akan mensyukuri bahwa Allah sudah memberikannya pekerjaan, melihat orang lain yang ‘dibawahnya’ yang mungkin masih nganggur, masih belum mendapat pekerjaan.. maka syukurnya akan menambah bersyukur kepada Allah dan semakin dekat dengan-Nya.

Semoga kita selalu di ‘sadarkan’ bahwa pekerjaan adalah wasilah untuk beramal baik, jangan mengotorinya dengan perbuatan-perbuatan tidak terpuji.

Bersyukur

Kehidupan yang kita peroleh sangat patut kita syukuri.

Allah memberikan kita hidup agar kita bisa mengenal-Nya, kemudian beribadah untuk-Nya..

sebagai seorang hamba, Allah masih memberikan kita berbagai macam kenikmatan. Baik nikmat batiniyah maupun nikmat lahiriyah, semuanya membuat kita mudah dalam menjalani hidup. Hidup tidak selesai jika kita berkeluh kesah. Berkeluh kesah hanyalah menjerumuskan diri kita dalam perangkap kondisi negatif. semakin berkeluh kesah, semakin banyak hawa negatif berkumpul, sehingga sulit menemukan jalan keluar.

Pada saat kita sedang dirundung musibah/cobaan sehingga kita sering berkeluh kesah, seakan-akan dunia sekitar kita penuh kegelapan, maka kita butuh cahaya yang menuntun kita keluar dari kegelapan tersebuh.

Cahaya yang paling baik adalah cahaya dari Allah dan Rasulnya yaitu petunjuk atau hidayah. Ikutilah petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya, Allah yang menciptakan dunia ini beserta isinya, semuanya berjalan di garis takdir-Nya, maka tidak ada sesuatu yang luput dari Pengetahuan-Nya. Untuk bisa mengenal-Nya dan mentaati-Nya kita membutuhkan panduan, dan Allah sudah mengutus Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Melalui beliau kita dapat beragama secara sempurna.

maka untuk memudahakan perjalan hidup, menarik keberlimpahan anugrah Allah, lapangkan hati dengan perbanyak bersyukur..

nikmatilah apa yang sedang terjadi, apa yang menimpamu sekarang, terima bahwa itu semua adalah takdir-Nya, ridho atas ketetapan-Nya dan bersyukur dengan segala limpahan nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada kita.