Istighfar adalah solusi

Istighfar Sebagai Solusi Semua Masalah Hidup

Istighfar Sebagai Solusi Semua Masalah Hidup

Istigfar adalah salah satu zikir yang sering kita lupakan dalam keseharian kita. Padahal, zikir ini adalah zikir yang sangat luar biasa. Di samping sebagai penghapus dosa, ternyata istigfar itu memiliki manfaat lain. Dengan beristigfar, Allah akan menghilangkan kesulitan yang melanda kita. Marilah kita resapi kisah berikut.

Alkisah, seorang ibu menceritakan kisah hidupnya.

Di usiaku yang ke-30, aku diuji dengan cobaan yang berat. Suamiku meninggal dan mewariskan 5 orang yang masih kecil. Semasa hidup, mendiang adalah tulang punggung keluarga, sementara aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. Tugas utamaku adalah sebagai istri yang berbakti dan ibu rumah tangga bagi anak-anak kami.

Meskipun penghasilan suamiku tidak banyak, tapi cukup untuk hidup sehari-hari. Hidup kami terasa begitu bahagia. Sampai hari nahas itu tiba, suamiku pergi menghadap Sang Pencipta. Semuanya begitu mendadak dan mengejutkan. Sungguh, Setelah itu kondisi keluarga kami berubah 180 derajat. Dunia serta merta menjadi gelap gulita di mataku. Aku pun tak henti menangis sejak saat itu, sampai-sampai mataku ini terasa berat.

Aku terus meratapi nasibku yang terasa begitu buruk dan berat. Yang terberat tentu saja beban hidup keluargaku. Kondisi keuangan semakin menipis, sementara pemasukan sudah tidak ada lagi. Hanya ada sedikit harta peninggalan mendiang. Aku-pun berusaha menggunakannya sehemat mungkin. Mungkin kelemahan antisipasi dan kekurang-siapan terhadap kondisi tak terduga seperti inilah, yang membuatku begitu berat. Sampai-sampai aku lupa bahwa penjamin rezeki kami bukanlah suami, orang tua, atau siapapun. Melainkan Dia, Allah semata.”

Suatu hari saat berada di dalam kamar, aku mendengarkan siaran radio Idza’ataul Qur’an Al-Karim. Seorang syekh membawakan sebuah hadis yang bermakna:

“Barangsiapa tak henti membaca istigfar, niscaya Allah akan mengadakan baginya solusi untuk setiap himpitan hidup, jalan keluar untuk setiap kepedihan, kebebasan, serta rezeki, secara tidak disangka-sangka.'”

Demi Allah. Setelah mendengar hadis tersebut dibacakan, semangat hidupku bangkit kembali dan harapan pun muncul, bahkan menguat. Sejak saat itu aku berazam untuk mengamalkan hadis tersebut dengan penuh keyakinan. Aku mulai melafazkan istigfar kepada Allah sebanyak-banyaknya, hampir tiada putus. Kuajari pula anak-anakku untuk melakukan amalan yang sama.

Berbulan-bulan kami terus-menerus melakukannya, setiap hari dengan penuh pengharapan. Kami menjaga agar kami tidak putus asa, kami bahkan telah menikmatinya. Saat amalan istigfar kami genap 6 bulan, Alhamdulillah, keajaiban itu-pun datang.”

Tepat seperti kata hadis,‘… secara tidak disangka-sangka.’ Ya, tiba-tiba kami menerima berita tentang sebuah proyek pembangunan. Proyek itu dikerjakan di wilayah sekitar tanah kami yang sudah lama sekali “menganggur” karena lokasinya yang tidak strategis. Tanah kami pun dijual dan kami mendapatkan ganti yang cukup besar. Allahu Akbar. Sungguh samudera rahmat dan rahasia hikmah Allah memang benar-benar tidak ada yang bisa menyamainya. Puji dan syukur kami kepada-Mu, Ya Allah, juga ampunilah segala kelemahan dan dosa-dosa kami.

Perlahan tapi pasti, kehidupan keluarga kami berubah. Keceriaan kembali menghiasi hari-hari kami. Kesedihanku sirna, tergantikan oleh kebahagiaan yang tiada terkira, khususnya oleh perkembangan anak-anakku yang tidak sekadar baik, bahkan membanggakan. Karena di samping tubuh sehat dan berakhlak mulia, mereka pun berprestasi gemilang dalam pendidikan. Ada yang meraih rangking pertama, dan ada juga yang hafiz Al-Qur’an 30 juz. Subhanalah.

Jika Allah sudah berkehendak, maka tidak ada yang tidak mungkin. Sesuai dengan hadis Rasulullah Saw. bahwa jika Allah sudah berkenan menolong, maka datangnya pertolongan Allah di luar dugaan atau tak terbayangkan sebelumnya.

Kiranya kita dapat mengambil pelajaran dari kisah di atas, dan ikut melazimkan istigfar dalam kehidupan sehari-hari. Jikalau kita sedang menghadapi masalah yang sangat berat, mudah-mudahan Allah berkenan mengangkatnya. Aamiin yaa Allaah yaa Rabbal ‘aalamiin.

Oleh: Abdullah al-Marwi (Jambi)

Perintah Ibadah dan Ikhlas

Allah Ta’ala Berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya : “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Ad Dzariyat: 56)

Dari ayat ini, kita bisa memahami bahwa tujuan diciptakannya kita adalah untuk beribadah kepada Allah.

Ibadah ialah tunduk dan patuh untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan kepada kita. Tunduk dan patuh meliputi hati, lisan dan anggota tubuh.

Ibadah dibagi menjadi 2 yaitu ibadah mahdoh dan ghairu mahdoh. Ibadah mahdoh ialah ibadah yang sudah ada tuntunanya sesuai dengan dalil, tatacara, waktu dan sebagainya, seperti sholat, puasa, zakat dan haji.

Ibadah ghairu mahdoh juga disebut ibadah muamalah, ialah ibadah yang anjurannya dari Allah, namun praktiknya disesuaikan dengan kondisi manusia selama tidak ada larangan. contoh ibadah muamalah ialah menjenguk orang sakit, menuntut ilmu, berdakwah, amar makruf nahi munkar, bekerja, bertani, bercocok tanam, jual beli dan sebagainya.

perbuatan muamalah akan bernilai ibadah selama diniatkan karena Allah, sebagaimana hadits rasulullah shollallahu alahi wasallam riwayat Muttafaq alaih:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا  لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan pastilah disertai dengan niat. Dan setiap pelaku amalan hanyalah mendapatkan apa yang ia niatkan.”

maka, apabila kita menuntut ilmu karena Allah akan dinilai sebagai ibadah, kita mencari nafkah jika diniatkan karena Allah maka akan dinilai ibadah.

Jadi apapun aktifitas kita selama bukan perkara haram, jika diniatkan dalam rangka ketaatan kepada Allah akan bernilai ibadah.

Namun, dalam beribadah jangan sampai kita lupa ruh ibadah yaitu IKHLAS.

Ikhlas adalah memurnikan ketaatan hanya untuk Allah Ta’ala. artinya beribadah bukan untuk selain Allah. sebagaimana Firman Allah dalam surat Al Bayinah ayat 5

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata

seseorang yang melakukan ibadah bukan untuk Allah maka masuk kategori syirik atau menyekutukan Allah. Apabila seseorang beribadah tidak untuk Allah maka berpeluang mendapat dosa dan masuk ke dalam neraka (na’udzu billah). sebagaimana dalam hadits riwayat imam muslim:

Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.’

Selanjutnya Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’

Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka, “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka’,” 

Meminta Jabatan

Bagaimana Islam memandang jabatan? bagaimana hukum meminta jabatan? bagaimana bahaya jabatan? dan bagaimana pahala pemimpin yang adil?

  1. Larangan meminta jabatan
    Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menjelaskan, meminta-minta suatu jabatan adalah perbuatan yang dilarang. Hal ini dijelaskan sendiri oleh Rasulullah SAW.
    Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah saw berkata padaku,
    يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
    “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (HR. Muttafaqunalaih)

Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu ‘anhu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?” Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya bersabda:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيْهَا
“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.” (Sahih, HR. Muslim no. 1825)

Abu Musa Al Asy’ari berkata, “Aku pernah masuk menemui Nabi bersama dengan dua orang dari keluarga pamanku. Maka salah seorang dari mereka berdua berkata, “Wahai Rasulullah, angkatlah kami untuk mengurusi sebagian yang telah Allah kuasakan kepadamu.” Dan yang satu lagi berkata seperti itu pula. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,

إِنَّا وَاللَّهِ لاَ نُوَلِّى عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلاَ أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya kami, demi Allah tidak akan menyerahkan pekerjaan ini kepada seorang pun yang memintanya, atau seorang pun yang sangat menginginkannya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7149 dan Muslim no. 1733).

  1. Ambisi orang dengan jabatan:
    Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
    إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
    “Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 7148)
  2. Boleh meminta jabatan jika:
    jika seorang pemimpin melihat ada yang meminta kekuasaan dengan maksud ingin mendatangkan maslahat, mampu secara keilmuan dan kemampuan , memerhatikan anggotanya, adil, tidak tamak terhadap harta dan jabatan, maka tidak masalah. Hadits Utsman bin Abi al Ash
    إِنَّ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ قَالَ – يَا رَسُولَ الله اجْعَلْنِي إِمَامَ قَوْمِي، قَالَ: «أَنْتَ إِمَامُهُمْ وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ
    Sesungguhnya Utsman bin Abi al-Ash berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam , jadikanlah aku sebagai imam kaumku, Nabi bersabda engkau imam mereka dan sesuaikanlah shalatmu dengan keadaan makmum yang paling lemah. HR. Abu Daud no.531; an-Nasai no.672

Dalil lain yang dijadikan pengecualian larangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Yusuf ‘Alaihissalam yang meminta kepada raja agar dirinya dijadikan penanggung jawab keuangan negerinya:
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf: 55)

  1. Bahaya jabatan
    Rasulullah n bersabda:
    مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الرَّجُلِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
    “Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam sekawanan kambing lebih merusak terhadapnya daripada merusaknya ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya.” (Shahih, HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib Wat Tarhib no. 1710)

Ibnu Rajab Al-Hambali t berkata:
“Ini sebuah perumpamaan yang agung sekali. Nabi shollallahu alaihi wasallam sebutkan sebagai perumpamaan rusaknya agama seorang muslim karena ambisinya terhadap harta dan kedudukan di dunia.

  1. Pentingnya menggunakan jabatan dengan amanah dan adil
    Nabi Muhammad SAW pernah berpesan, “Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari” (HR Thabrani, Bukhari, Muslim, dan Imam Ishaq).
    Nabi bersabda, “Orang-orang yang berbuat adil, nanti pada hari kiamat akan berada di atas mimbar cahaya di sisi Allah … yaitu mereka yang berbuat adil dalam hukum mereka, dalam keluarga mereka, dan terhadap apa-apa yang mereka urus” (HR Ahmad, Muslim, dan Nasa’i)
    “Dan berlaku adilah, karena keadilan lebih dekat dengan takwa” [QS Al Maidah (5):8].

Anwarusysyamsi

Pentingnya Adab

Dalam kaidah ulama salaf disebutkan “al-adab fauqol ilmi” artinya adab di atas ilmu. Itulah adab dalam Islam. sangat dijunjung tinggi oleh para ulama. Islam tidak hanya syariat, tetapi mengajarkan juga adab dalam menjalankan syariat. Seperti :

  • seseorang yang masuk rumah, maka adabnya melalui pintu depan, bukan melalui jendela atau pintu belakang.
  • seseorang yang akan bertamu, maka adabnya meminta izin dan bersalam kepada penghuni rumah
  • seorang pendatang jangan langsung menjadi imam masjid tetapi adabnya mendahulukan imam dari kaum masjid tersebut
  • ke masjid syariatnya menutup aurat, maka bukan berarti seorang laki-laki ke masjid hanya menggunakan sarung tanpa menggunakan baju, tetapi pakailah baju yang baik

Berikut contoh-contoh adab:

  1. Adab Masuk Rumah

Surat Al-Baqarah Ayat 189
۞ يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِىَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ ٱلْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا۟ ٱلْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنِ ٱتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا۟ ٱلْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَٰبِهَا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Terjemah Arti: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nuur : 27)

2. jangan jadi imam di masjid orang lain:

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

وَلا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ , وَلا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلا بِإِذْنِهِ

“Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya” (HR. Muslim no. 673).

3. adab pakaian ke masjid:
QS. Al-A’raf Ayat 31
۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ

31. Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

Surat Al-Muddatstsir Ayat 4
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Arti: Dan pakaianmu bersihkanlah,

3 Model Manusia dalam Menerima Al Quran

QS Al Fatir Ayat 32, Allah berfirman:

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”

Ayat diatas menerangkan bahwa Allah Swt. telah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah Saw. untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi umatnya. Namun, dalam realita kehidupan di antara umat Islam, ada berbagai macam sikap dalam mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

1. Kelompok pertama, yaitu mereka-mereka yang menzalimi dirinya sendiri, yaitu orang-orang yang meninggalkan perintah-perintah Allah dan mengerjakan berbagai perkara yang diharamkan.

2. Kelompok kedua, yaitu mereka-mereka yang bersikap pertengahan, yaitu mereka di samping melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan. Namun, terkadang mereka meninggalkan perkara-perkara yang disunahkan dan melakukan perkara-perkara yang dimakruhkan.

3. Kelompok ketiga, yaitu mereka yang bersikap segera melakukan kebaikan-kebaikan dengan izin Allah. Golongan ini senantiasa mengerjakan perbuatan yang diwajibkan dan disunahkan serta menjauhi perkara yang diharamkan dan dimakruhkan.

Menurut Ar-Razi, beliau menafsirkan bahwa Zalimun Linafsih adalah orang yang lebih banyak melakukan kesalahan, sedangkan Muqtasid (tengah) adalah orang-orang yang seimbang antara kesalahan dan kebaikannya. Adapun Sabiqul bil-Khairat adalah orang yang lebih banyak kebaikannya.

Ketiga kelompok tersebut sebagaimana dijelaskan dalam hadis tetap akan masuk surga dengan cara yang berbeda-beda. Rasulullah dalam sebuah hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Darda’ bersabda,

“Allah berfirman, ‘Kemudian kitab ini Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada juga yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah’. Adapun orang yang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang akan masuk surga tanpa hisab. Orang yang pertengahan, mereka adalah orang-orang yang (akan masuk surga) dihisab dengan hisab yang ringan. Sedangkan orang yang menzalimi diri sendiri, mereka adalah orang-orang yang dihisab dalam lamanya mahsyar. Kemudian, kerugian mereka itu diganti oleh Allah dengan rahmat-Nya. Maka mereka pun berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun, Maka Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal karena karunia-Nya. DI dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.’” (HR. Ahmad: 20734)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang lebih cepat berbuat kebaikan akan masuk surga, tanpa hisab,danorang yang pertengahan masuk surga berkat rahmat Allah, sedangkan orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri serta orang-orang yang berada di perbatasan antara surga dan neraka dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat Nabi Muhammad Saw.