Tingkatan Ikhlas

Ikhlas merupakan ruh ibadah, tanpa keikhlasan maka ibadah kita tidak akan diterima oleh Allah, sebagaimana dalam hadist yang di riwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka,

“Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka’,”

Hadis diatas menunjukkan bahwa mereka secara lahiriah mengamalkan amalan yg baik, akan tetapi mereka mendapatkan neraka karena tujuannya bukan Allah tetapi pujian manusia. Ingat, Allah tidak melihat lahiriah kita tetapi Allah melihat hati kita, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Ikhlas itu mempunyai 3 tingkatan.

Pembagian ini berdasarkan penjelasan dari Syekh Muhammad Bin Salim Bin Sa’ied Asy-Syafi’ie dalam kitabnya, Is’adurrofiq juz 2/hal. 4. Beliau berkata,

ومراتبه ثلاث عليا وهي ان يعمل لله وحده امتثلا لامره وقياما بحق عبوديته ووسطى وهي ان يعمل لثواب الاخرة ودنيا وهي ان يعمل للاكرام في الدنيا والسلامة من افاتها

Tingkatan ikhlas ada tiga. Pertama ulya, yaitu beramal karena Allah SWT semata. Beribadah karena menjalankan perintah-Nya dan menegakkan kewajiban menyembah-Nya. Kedua, wustho, yaitu beribadah karena mengharapkan akhirat. Ketiga, dunya, yaitu beribadah karena ingin kemulian di dunia dan selamat dari berbagai macam mara bahaya dunia.”

Orang yang beribadah karena ingin kaya, misalkan dengan rajin shalat duha dan istiqomah mengaji surat al-Waqi’ah, masih termasuk kategori ikhlas. Orang yang melakukan shalat malam karena ingin pangkat keduniaan, juga termasuk ikhlas paling rendah. Rajin sedekah karena untuk menolak bala’ juga masuk pada ikhlas dunya.

Di atasnya sedikit, orang beribadah karena mengharapkan kehidupan akhirat. Ia shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain karena inginkan surga dan takut neraka. Hal ini termasuk pada kategori ikhlas wustho.

Paling tinggi tingkatan ikhlas adalah beribadah karena Allah SWT. Tidak ada dalam hatinya keinginan lain kecuali menggapai ridha Allah SWT. Golongan ini beribadah bukan karena ingin surga atau takut neraka. Melainkan untuk menggapai kasih sayang-Nya.1

. . . . . .

Syekh Muhammad Nawawi Banten di dalam kitabnya Nashâihul ‘Ibâd membagi keikhlasan ke dalam 3 (tiga) tingkatan (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nashâihul ‘Ibâd, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2010], hal. 58).


Dalam kitab tersebut beliau memaparkan bahwa tingkatan pertama yang merupakan tingkat paling tinggi di dalam ikhlas sebagai berikut:
فأعلى مراتب الاخلاص تصفية العمل عن ملاحظة الخلق بأن لا يريد بعبادته الا امتثال أمر الله والقيام بحق العبودية دون اقبال الناس عليه بالمحبة والثناء والمال ونحو ذلك
Artinya: “Tingkatan ikhlas yang paling tinggi adalah membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia) di mana tidak ada yang diinginkan dengan ibadahnya selain menuruti perintah Allah dan melakukan hak penghambaan, bukan mencari perhatian manusia berupa kecintaan, pujian, harta dan sebagainya.

Adapun tingkatan ikhlas yang kedua Syekh Nawawi menuturkan lebih lanjut:
والمرتبة الثانية أن يعمل لله ليعطيه الحظوظ الأخروية كالبعاد عن النار وادخاله الجنة وتنعيمه بأنواع ملاذها
Artinya: “Tingkat keikhlasan yang kedua adalah melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian-bagian akhirat seperti dijauhkan dari siksa api neraka dan dimasukkan ke dalam surga dan menikmati berbagai macam kelezatannya.

Lebih lanjut Syekh Nawawi menuturkan:
والمرتبة الثالثة أن يعمل لله ليعطيه حظا دنيويا كتوسعة الرزق ودفع المؤذيات
Artinya: “Tingkatan ikhlas yang ketiga adalah melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian duniawi seperti kelapangan rizki dan terhindar dari hal-hal yang menyakitkan.”


Tingkat keikhlasan yang ketiga ini adalah tingkat keikhlasan yang paling rendah di mana orang yang beribadah dilakukan karena Allah namun ia memiliki harapan akan mendapatkan imbalan duniawi dengan ibadahnya itu. Sebagai contoh orang yang melakukan shalat dluha dengan motivasi akan diluaskan rejekinya, aktif melakukan shalat malam dengan harapan akan mendapatkan kemuliaan di dunia, banyak membaca istighfar agar dimudahkan mendapatkan keturunan dan lain sebagainya. Hal yang demikian ini masih tetap dianggap sebagai ikhlas karena agama sendiri menawarkan imbalan-imbalan tersebut ketika memotivasi umat untuk melakukan suatu amalan tertentu. Hanya saja tingkat keikhlasannya adalah tingkat paling rendah.2

Kita yang dapat mengetahui tingkat keikhlaskan kita, apakah masih rendah, sedang atau tinggi..?

Sumber:

  1. Mawardi di Islami.co
  2. Ustadz Yazid Muttaqin di islam.nu.or.id

Tinggalkan Komentar Anda

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.